Powered By Blogger

OBSERVATION

OBSERVATION
When we observ in slamet mount.

Sekilas tentang HYLOBATES MOLOCH

HYLOBATES MOLOCH ( OWA )

Invalid status (IUCN 3.1)[2]

Scientific classification Kingdom: Animalia
Phylum:
Chordata
Class:
Mammalia
Order:
Primates
Family:
Hylobatidae
Genus:
Hylobates
Species: H. Moloch

Owa Jawa, merupakan salah satu hewan primata paling langka. Keberadaannya masuk dalam status “terancam punah”. Selain makin sedikit, banyak yang memburu hanya untuk dipelihara. Pemberian status terancam ini sepertinya justru menarik masyarakat untuk kepentingan pribadi.

Saat ini Owa Jawa hidup sebagian besar di hutan-hutan di Jawa Barat, sebagian kecil di Jawa Tengah, Gunung Slamet, dataran tinggi Dieng dan Jawa Timur. Makanan Owa Jawa adalah buah-buahan alami, daun muda dan serangga. Owa Jawa dapat hidup sampai umur 20 tahun. Ciri khas dari hewan ini adalah teriakkan atau nyanyiannya. Teriakkan atau nyanyian Owa Jawa menandakan territorial tempat tinggal dan area mencari makan.

Saat ini berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelamatkan Owa Jawa dari kepunahan. Diantaranya kegiatan edukasi masyarakat luas, khususnya yang tinggal di daerah kawasan hutan. Anton Ario dari Conservation International Indonesia (CII) mengatakan, masyarakat sekitar hutan sangat berperan penting dalam proses pemberian informasi mengenai pendeteksian keberadaan Owa Jawa yang dipelihara oleh masyarakat.

Proses Rehabilitasi

Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat, tepatnya di resort Bodogol, terdapat pusat rehabilitasi Owa Jawa. Owa Jawa yang masuk rehabilitasi biasanya berumur tujuh tahun. Rehabilitasi Owa Jawa perlu dilakukan secara bertahap agar dapat mengembalikan kemampuan survival Owa Jawa yang telah lama dipelihara oleh masyarakat.

Mulanya Owa Jawa dimasukkan karantina untuk diperiksa kesehatannya dan juga perubahan perilaku yang terjadi seperti pola makan dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Saat dipelihara Owa Jawa selalu diberi makan buah-buahan secara teratur, tetapi pada saat dikembalikan ke alam bebas, Owa Jawa harus belajar mencari sendiri dimana ada buah di hutan.

http://gedepangrango.org/wp-content/uploads/2008/11/20080901_owajawa-greenradio-2.jpg

Setelah melewati masa karantina kurang lebih selama 1–1,5 bulan, Owa Jawa siap untuk dilepaskan ke alam bebas untuk dapat bersosialisasi dengan lingkungan aslinya. Petugas selalu melakukan monitoring terhadap Owa Jawa yang baru dilepaskan untuk dapat mengetahui perkembangan yang terjadi terhadap Owa Jawa tersebut.

Untuk menyelamatkan Owa Jawa dari ancaman kepunahan, perlu dilakukan kerjasama semua pihak. Selain upaya penegakkan hukum yang lebih kongkret dan tegas terhadap para pemburu Owa Jawa, juga diperlukan kegiatan pendidikan dan sosialisasi informasi kepada masyarakat luas, agar lebih peduli kepada hewan primata ini yang jumlahnya makin sedikit. Mari selamatkan Owa Jawa dari kepunahan!!

Kepunahan primata endemik Pulau Jawa di habitat alaminya, owa jawa (Hylobates moloch), dapat diperlambat. Di antaranya, melalui keberpihakan pemerintah mempertahankan hutan tersisa di Jawa.

Demikian salah satu keyakinan pada lokakarya Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Owa Jawa 2008-2018 yang diadakan Asosiasi Peminat dan Ahli Primata Indonesia (APAPI), berlangsung di Bogor, Senin-Selasa (10-11 September). "Kami berharap ada komitmen para pihak untuk menjaga hutan tersisa," kata Ketua APAPI Noviar Andayani di Bogor, Senin (10/11).

Tahun 2018, populasinya diharapkan stabil dan tak ada konversi hutan, terutama di kawasan habitat alaminya. Survei 2008 diharapkan menemukan perkiraan terkini populasi di alam.

Ada dua perkiraan populasi owa jawa pada tahun 2004 (dua penelitian terpisah), masing-masing kisaran 4.000-4.500 dan 2.600-5.304 ekor. Badan Konservasi PBB mengategorikan terancam punah bagi primata yang sempat berstatus kritis (tahun 1996-2000) itu.

Lokakarya dua hari itu di antaranya diisi dengan diskusi kelompok mengidentifikasi masalah, ancaman, dan solusi realistis di tengah kondisi aktual. Peserta: para pengambil keputusan di pusat dan daerah, ahli primata, akademisi, dan aktivis lingkungan.

Survei lapangan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. "Kami belum bisa memperkirakan populasi di Jawa Barat. Belum selesai dan butuh data peta sebaran hutannya," kata Ketua Kelompok Survei Owa Jawa di beberapa kawasan di Jabar, Made Wedana.

Hal sama diungkapkan penyurvei owa jawa wilayah Jateng, Arief Setiawan. "Dari perjumpaan langsung di wilayah survei kurang dari seratus ekor. Tapi, belum bisa diestimasi seluruhnya."

Sebaran owa jawa di Jateng meliputi kawasan cagar alam Gunung Slamet dan Linggojati dan Sokakembang di Pekalongan. Perjumpaan tak langsung terjadi di kawasan Sekarlangit, tak jauh dari Pekalongan.

Sebaran di Jabar mulai dari Taman Nasional Ujung Kulon, TN Gunung Gede-Pangrango, TN Gunung Halimun-Salak, cagar alam Gunung Burangrang, Gunung Tilu, Gunung Simpang, Gunung Papandayan, dan Sancang.

Kerusakan hutan hampir di semua lokasi cagar alam atau hutan lindung, seperti di cagar alam Sancang dan Papandayan, serta di Sokakembang. "Dua tahun lalu, saya masuk hutan di Pekalongan masih rapat, sekarang sudah terbuka," kata Arief.

Menurut dosen dan peneliti Institut Pertanian Bogor, Entang Iskandar, owa jawa secara alami di ketinggian pohon. Namun, temuan tim penyurvei Garut, Jabar, owa jawa turun ke lantai hutan. Kondisi itu memudahkan tertangkap pemburu liar.

Jika kami bisa tentu anda bisa .

Di Dunia terdapat dua ratus jenis Primata baik kera dan monyet dari dua ratus jenis tersebut Indonesia memiliki empat puluh jenis, Sungguh kekayaan Primata yang harus kita banggakan.dari empat puluh tersebut terdapat dua puluh empat jenis endemik atau langka.Jawa tengah salah satunya yang memiliki empat endemik dan paling membuat kita bangga sebagai putra daerah Purbalingga ternyata empat endemik tersebut ada di kawasan Gunung Selamet .Dengan hal tersebut kami sungguh termotifasi untuk melakukan keseimbangan Primata yang ada di Purbalingga primata-primata tersebuat adalah Owa dengan nama latin Hylobates moloch,Rekrekan dengan nama latin Presbytis frederice sody Lutung dengan nama latin Presbytis comata dan Ketek dengan nama latin Macccaca fasicularcis.

Dengan adanya primata tersebut kami sangat termotifasi untuk membuat langkah melakukan program-program Konservasi apalagi tiga jenis tersebut merupakan langka dan di lindungi Undang – Undang tahun 1930 tentang binatang liar Undang – Undang 05 tahun 1990 dan di perkuat No 266 keputusan Menteri Kehutanan tahun 1990 tentang perlindungan satwa liar.Dengan adanya Informasi tersebut banyak Pemerhati Primata peka dan mulai bergerak namun sangat di sayangkan karena yang melakukan program program tersebut bukan orang Indonesia ,contoh Konservasi elang jawa di programkan oleh orang orang Swedia, Owa yang berada di gunung elamet sungguh keberadaan yang patut kita pertahankan dari ancaman kepunahan, ancaman Predator, Pemburu, dan ancaman dari habitat yang semakin sempit

Oleh karena itui kami sangat termotifasi untuk melakukan kemampuan kami dalam mengupayakan program-program Konservasi Primata di kabupaten Purbalingga khususnya dan Jawa – Tengah umumnya, dengan melakukan sebuah observasi “Keberadaan Hylobates moloch atau Owa jawa Terancam” Minimal kami dapat menyumbangkan kemampuan kami untuk Kabupaten Purbalingga tercinta.

HYLOBATES

HYLOBATES
Jenis Primata terancam punah
Powered By Blogger

OUR DOC

OUR DOC
Jenis Primata

WELCOME

Selamat dan salam hijau serta lestari.

I need your help friend

Help them with us

Cari Blog Ini

WE CARE WHAT ABAUT YOU?

Maret 27, 2013

HYLOBATES MOLOCH IN SLAMET MOUNT

kami Java Primatas center sekumnpulan orang yang peduli Kepada Owa. Akan siap melakukan apapun untuk kepentingan Konservasi. Ini baru satu gambar belum ada beberapa lutung yang di buru untuk di jual dan di konsumsi.  Mereka di buru terus menerus

 Kami masih berusaha mencari solusi dengan melakukan pengamatan di areal gunung slamet dengan  beberapa orang anggota kami. Kami akui untuk melakukan sebuah research kami masih membutuhkan dana untuk perlatan kami terjun kelapang. namun hal ini tak menyurutkan kami melakukan upaya Konservasi Owa ( Hylobates moloch)

 Gambar Ini kami ambil di daerah kami. Oleh fotografer kami . Oerip Miswandi. Menggunakan Kamera HP






April 23, 2010

APA ITU KONSERVASI

Konservasi


Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.

Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :

1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
3.
Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
4.
Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).

Cagar Alam

Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

Adapun Kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan cagar alam :

1. mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem;
2. mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;
3. mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
4. mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami;
5.mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

Pemerintah bertugas mengelola kawasan cagar alam. Suatu kawasan cagar alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya.

Rencana pengelolaan cagar alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Upaya pengawetan kawasan cagar alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :

1. perlindungan dan pengamanan kawasan
2. inventarisasi potensi kawasan
3. penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan.
Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan cagar alam adalah :
1. melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan
2. memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan
3. memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan
4. menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau

Taman Nasional

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam.

Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut :

*
Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami;
*
Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami;
*
Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh sebagai pariwisata alam;
*
Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan.
*
Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan kosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.


Manfaat taman nasional

Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain:

1.
Ekonomi : Dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara.
2.
Ekologi : Dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan.
3.
Estetika : Memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam / bahari.
4.
Pendidikan dan Penelitian : Merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.
5.
Jaminan Masa Depan : Keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang.

Kawasan taman nasional dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman nasionali kelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya.
Rencana pengelolaan taman nasional sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.

Pengelolaan Taman nasional didasarkan atas sistem zonasi, yang dapat dibagi atas :

1. Zona inti
2. Zona pemanfaatan
3. Zona rimba; dan atau yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Kriteria zona inti, yaitu :

* mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
* mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya.
*
mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan atau tidak atau belum diganggu manusia.
*
mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami.
* mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi.
*
mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

Kriteria zona pemanfaatan, yaitu :

1.
mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik.
2.
mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam.
3. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.

Kriteria zona rimba, yaitu :

1.
kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi.
2. memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan.

merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.

Upaya pengawetan kawasan taman nasional dilaksanakan sesuai dengan sistem zonasi pengelolaannya:
Upaya pengawetan pada zona inti dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :

1. perlindungan dan pengamanan.
2. inventarisasi potensi kawasan.
3. penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan.

Upaya pengawetan pada zona pemanfaatan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :

1. perlindungan dan pengamanan
2. inventarisasi potensi kawasan
3. penelitian dan pengembangan dalam menunjang pariwisata alam

Upaya pengawetan pada zona rimba dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :

1. perlindungan dan pengamanan
2. inventarisasi potensi kawasan
3. penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan
4. pembinaan habitat dan populasi satwa.

Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan :

1. pembinaan padang rumput
2. pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa
3. penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa
4. penjarangan populasi satwa
5. penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau
6. pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.

Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman nasional adalah :

1. merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem
2. merusak keindahan dan gejala alam
3. mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan
4. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana

Pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
Sesuatu kegiatan yang dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melakukan kegiatan yang berakibat terhadap perubahan fungsi kawasan adalah :

1. memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan.
2.
membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, menangkap, berburu, menebang, merusak, memusnahkan dan mengangkut sumberdaya alam ke dan dari dalam kawasan.

Taman nasional dapat dimanfaatkan sesuai dengan sistem zonasinya :

Pemanfaatan Zona inti :

1. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan.
2. ilmu pengetahuan.
3. pendidikan.
4. kegiatan penunjang budidaya.

Pemanfaatan zona pemanfaatan :

1. pariwisata alam dan rekreasi.
2. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan.
3. pendidikan dan atau
4. kegiatan penunjang budidaya.

Pemanfaatan zona rimba :

1. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan.
2. ilmu pengetahuan.
3. pendidikan.
4. kegiatan penunjang budidaya.




Suaka Marga Satwa


Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan suaka margasatwa :

1.
merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;
2. merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah;
3. memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
4. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan atau
5. mempunyai luasan yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

Pemerintah bertugas mengelola kawasan suaka margasatwa. Suatu kawasan suaka margasatwa dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya.

Rencana pengelolaan suaka margasatwa sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Upaya pengawetan kawasan suaka margasatwa dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :

1. perlindungan dan pengamanan kawasan.
2. inventarisasi potensi kawasan.
3. enelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan.
4. pembinaan habitat dan populasi satwa.

Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan :

1. pembinaan padang rumput
2. pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa.
3. penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa.
4. penjarangan populasi satwa.
5. penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau
6. pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.

Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan suaka margasatwa alam adalah :

* melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan
* memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan
*
memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan
*
menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau
* mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa.

Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti :

1. memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan, atau
2.
membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan.

Sesuai dengan fungsinya, cagar alam dapat dimanfaatkan untuk :

* penelitian dan pengembangan
* ilmu pengetahuan
* pendidikan
* wisata alam terbatas
* kegiatan penunjang budidaya.
* Kegiatan penelitian di atas, meliputi :
1. penelitian dasar
2. penelitian untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya.



Taman Wisata Alam



Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.

Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan taman wisata alam :

1. mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik;
2.
mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya atarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;
3. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.

Kawasan taman wisata alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya.

Rencana pengelolaan taman wisata alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Upaya pengawetan kawasan taman wisata alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :

1. perlindungan dan pengamanan
2. inventarisasi potensi kawasan
3. penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi
4. pembinaan habitat dan populasi satwa.

Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan :

1. pembinaan padang rumput
2. pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa
3. penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa
4. penjarangan populasi satwa
5. penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau
6. pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.

Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman wisata alam adalah :

* berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagian-bagiannya di dalam dan ke luar kawasan, serta memusnahkan sumberdaya alam di dalam kawasan
* melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan
*
melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

Sesuai dengan fungsinya, taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk :

1.
pariwisata alam dan rekreasi
2.
penelitian dan pengembangan (kegiatan pendidikan dapat berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi tentang potensi kawasan wisata alam tersebut).
3.
pendidikan
4.
kegiatan penunjang budaya.



Taman Hutan Raya



Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

Adapun kriteria penunjukkan dan penetaan sebagai kawasan taman hutan raya :

1.
Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah;
2.
Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam; dan
3.
Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli

Kawasan taman hutan raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya.

Rencana pengelolaan taman hutan raya sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Upaya pengawetan kawasan taman hutan raya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :

1. perlindungan dan pengamanan
2. inventarisasi potensi kawasan
3. penelitian dan pengembangan yang menunjang pengelolaan
4.
pembinaan dan pengembangan tumbuhan dan atau satwa. Pembinaan dan pengembangan bertujuan untuk koleksi.

Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman hutan raya adalah :

1.
merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem
2.
merusak keindahan dan gejala alam
3.
mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan
4.
melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

Sesuatu kegiatan yang dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melakukan kegiatan yang berakibat terhadap perubahan fungsi kawasan adalah :

1.
memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan
2.
membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, menangkap, berburu, menebang, merusak, memusnahkan dan mengangkut sumberdaya alam ke dan dari dalam kawasan.

Sesuai dengan fungsinya, taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk :

1.
penelitian dan pengembangan (kegiatan penelitian meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang pengelolaan kawasan tersebut).
2.
ilmu pengetahuan
3.
pendidikan
4.
kegiatan penunjang budidaya
5.
pariwisata alam dan rekreasi
6.
pelestarian budaya



Taman Berburu

Berburu adalah menangkap dan/atau membunuh satwa buru termasuk mengambil atau memindahkan telur-telur dan/atau sarang satwa buru. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1994 tetantang perburuan satwa buru, jenis kegiatan berburu di Indonesia digolongkan menjadi :

1. Berburu untuk keperluan olah raga dan trofi.
2. Berburu tradisional
3. Berburu untuk keperluan lain-lain.

Sedangkan berdasarkan tempat/lokasinya dapat dibedakan menjadi :

1.
Taman Buru; Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakannya perburuan secara teratur.
2.
Kebun Buru; adalah lahan di luar kawasan hutan yang diusahakan oleh badan usaha dengan sesuatu alas hak untuk kegiatan perburuan.
3.
Areal Buru; adalah areal di luar taman buru dan kebun buru yang didalamnya terdapat satwa buru, yang dapat diselenggarakan perburuan.



PELAKSANAAN BERBURU UNTUK OLAH RAGA DAN TROFI DI TAMAN BURU

1.
Pemburu yang akan melaksanakan kegiatan berburu baik perorangan maupun menggunakan jasa penyelenggara wisata buru, dapat Iangsung melapor kepada petugas Seksi KSDA dan Kepolisian Sektor setempat dengan membawa:
a. akta buru
b. surat izin berburu
c. surat izin penggunaan senjata api buru atau senapan angin.
d. senjata buru yang akan digunakan untuk berburu.
2.
Selanjutnya pemburu dapat Iangsung menuju lokasi taman buru dan melapor kepada petugas taman buru.
3.
Selama pemburu berada di lokasi taman buru harus didampingi oleh pemandu wisata buru dan wajib mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku di taman buru.
4.
Pemburu tidak diperkenankan melakukan kegiatan perburuan di taman buru diluar ketentuan yang berlaku yang tercantum di dalam surat izin berburu. Ketentuan tersebut meliputi lokasi, waktu berlakunya surat izin berburu, jenis satwa buru yang boleh diburu dan jatah buru.
5. Setelah selesai berburu, pemburu wajib melaporkan hasil kegiatannya kepada petugas Seksi KSDA dan Kepolisian Sektor setempat untuk metaksanakan pemeriksaan atas hasil buruan.
6.
Hasil buruan yang berupa satwa hidup atau mati atau bagian-bagiannya, dicatat dan dibuat Iaporannya oleh pemburu dalam bentuk Laporan Hasil Buruan (LHB) yang diperiksa dan disyahkan oleh petugas Seksi KSDA dan -ditembuskan kepada pengusaha taman buru.
7.
Laporan Hasil Buruan (LHB) tersebut berfungsi sebagai surat keterangan asal usul satwa atau hasil buruan satwa dan sekaligus dapat berfungsi sebagai surat izin angkut satwa dan lokasi berburu ke tempat tujuan pemburu terdekat.
8.
Apabila pemburu akan membawa hasil buruan tersebut keluar dan tempat berburu ke propinsi lain, pemburu wajib melapor ke Balal KSDA untuk mendapatkan surat izin angkut satwa.
9.
Apabila hasil buruan satwa tersebut akan dibawa ke luar negeri, pemburu perlu melapor ke Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Pelestarian Alam (PHPA) untuk mendapatkan surat izin angkut satwa ke luar negeri dan Direktur Jenderal PHPA.



PELAKSANAAN BERBURU UNTUK OLAH RAGA DAN TROFI DI KEBUN BURU

1.
Pemburu yang tidak melalui jasa penyelenggara wisata buru maupun pemburu yang pelaksanaan perburuannya diatur oleh penyelenggara wisata buru yang akan melaksanakan kegiatan berburu, dapat Iangsung meIipor kepada petugas Seksi KSDA dan Kepolisian Sektor setempat dengan membawa:
a. akta buru
b. surat izin berburu
c. surat izin penggunaan senjata api buru atau senapan angin.
d. senjata buru yang akan digunakan untuk berburu.
2.
Selanjutnya pemburu dapat Iangsung menuju lokasi kebun buru dan melapor kepada petugas kebun buru.
3.
Selama pemburu berada di lokasi kebun buru harus didampingi oleh pemandu buru yang telah terdaftar di kebun buru tersebut dan wajib mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku di kebun buru.
4.
Pemburu tidak diperkenankan melakukan kegiatan perburuan di kebun buru diluan ketentuan yang berlaku yang tercantum di dalam surat izin berburu. Ketentuan tersebut meliputi lokasi, waktu berlakunya surat izin benburu, jenis satwa buru yang boleh diburu dan jatah buru.
5.
Setelah selesai berburu, pemburu dan petugas pengusaha kebun buru wajib melaporkan hasil buruan kepada petugas Seksi KSDA setempat untuk dilaksanakan pemeriksaan atas hasil buruan.
6.
Setelah selesai pemeriksaan atas hasil buruan, pemburu harus membayan pungutan hasil buruan kepada Pengusaha Kebun Buru, sesuai dengan tarif yang berlaku.
7.
Laporan Hash Buruan (LHB) tersebut berfungsi sebagai surat keterangan asal usul satwa atau hasil buruan satwa dan sekaligus dapat berfungsi sebagai surat izin angkut satwa dan lokasi berburu ke tempat tujuan pemburu terdekat.
8.
Apabila pemburu akan membawa hasil buruan tensebut dan tempat berburu ke propinsi lain, pemburu perlu melapor ke Balai KSDA setempat untuk mendapatkan surat izin angkut satwa.
9.
Apabila hasil buruan satwa tersebut akan dibawa ke luar negeni, pemburu perlu melapor ke Direktorat Jenderal Penlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) untuk mendapatkan surat izin angkut satwa ke luar negeri dan Direktur Jenderal PHPA.



PELAKSANAAN BERBURU UNTUK OLAH RAGA DAN TROFI DI AREAL BURU

1. Pemburu yang akan melaksanakan kegiatan berburu di areal buru, melapor ke Seksi KSDA dan Kepolisian Sektor setempat dengan membawa
a. akta buru
b. surat izin berburu
c. surat izin penggunaan senjata api buru atau senapan angin.
d. senjata buru yang akan digunakan untuk berburu.
2. Selanjutnya pemburu dapat langsung menuju lokasi areal buru.
3.
Selama pemburu benada di lokasi areal buru harus didampingi oleh pemandu buru dan atau petugas Seksi KSDA setempat dan wajib mentaati peraturan penundang-undangan yang berlaku di areal buru.
4.
Pemburu tidak diperkenankan melakukan kegiatan perburuan di areal buru diluar ketentuan yang berlaku yang tercantum di dalam surat izin berburu. Ketentuan tersebut meliputi lokasi, waktu berlakunya surat izin berburu, jenis satwa buru yang boleh diburu dan jatah buru.
5.
Setelah selesai berburu, pemburu wajib melaporkan hasil kegiatannya kepada petugas Seksi KSDA dan Kepolisian Sektor setempat Untuk melaksanakan.

PUSAT PERLINDUNGAN PRIMATA JAWA TENGAH

PUSAT PERLINDUNGAN PRIMATA JAWA TENGAH


Klasifikasi Hewan Kerajaan/Kingdom Animalia - Pembagian Jenis/Macam atau Kategori Binatang Terbagi Menjadi 10 Filum/Phylum
Hewan atau animal yang kita kenal selama ini dapat dibagi manjadi sepuluh macam filum / phylum yaitu protozoa, porifera, coelenterata, platyhelminthes, nemathelminthes, annelida, mollusca, echinodermata, arthropoda dan chordata.
1. Phylum / Filum Protozoa atau Protosoa
Protozoa adalah hewan bersel satu karena hanya memiliki satu sel saja alias bersel tunggal dengan ukuran yang mikroskopis hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Protozoa dapat hidup di air atau di dalam tubuh makhluk hidup atau organisme lain sebagai parasit. Hidupnya dapat sendiri atau soliter atau beramai-ramai atau koloni. Contohnya : amuba / amoeba.
2. Phylum / Filum Porifera
Porifera adalah binatang atau hewan berpori karena tubuhnya berpori-pori mirip spon dengan bintang karakter terkenal spongebob squarepants hidup di air dengan memakan makanan dari air yang disaring oleh organ tubuhnya. Contohnya : bunga karang, spons, grantia.
3. Phylum / Filum Coelenterata atau Coelentrata
Coelenterata adalah hewan berongga bersel banyak yang memiliki tentakel contohnya seperti ubur-ubur dan polip. Simetris tubuh coelenterata adalah simetris bilateral hidup di laut. Contohnya yaitu hydra, koral, polip dan jellyfish atau ubur-ubur.
4. Phylum / Filum Platyhelminthes
Platyhelminthes adalah binatang sejenis cacing pipih dengan simetri tubuh simetris bilateral tanpa peredaran darah dengan pusat syarah yang berpasangan. Cacing pipih kebanyakan sebagai biang timbulnya penyakit karena hidup sebagai parasit pada binatang / hewan atau manusia. Contohnya antara lain seperti planaria, cacing pita, cacing hati, polikladida.
5. Phylum / Filum Nemathelminthes
Nemathelminthes atau cacing gilik / gilig adalah hewan yang memiliki tubuh simetris bilateral dengan saluran pencernaan yang baik namun tiak ada sistem peredaran darah. Contoh cacing gilik : cacing askaris, cacing akarm cacing tambang, cacing filaria.
6. Phylum / Filum Annelida atau Anelida
Annelida adalah cacing gelang dengan tubuh yang terdiri atas segmen-segmen dengan berbagai sistem organ tubuh yang baik dengan sistem peredaran darah tertutup. Annelida sebagian besar memiliki dua kelamin sekaligus dalam satu tubuh atau hermafrodit. Contohnya yakni cacing tanah, cacing pasir, cacing kipas, lintah / leeches.
7. Phylum / Filum Mollusca atau Molusca / Moluska
Mollusca adalah hewan bertubuh lunak tanpa segmen dengan tubuh yang lunak dan biasanya memiliki pelindung tubuh yang berbentuk cangkang atau cangkok yang terbuat dari zat kapur untuk perlindungan diri dari serangan predator dan gangguan lainnya. Contoh molluska : kerang, nautilus, gurita, cumi-cumi, sotong, siput darat, siput laut, chiton.
8. Phylum / Filum Echinodermata atau Ecinodermata
Echinonermata adalah binatang berkulit duri yang hidup di wilayah laut dengan jumlah lengan lima buah bersimetris tubuh simetris radial. Beberapa organ tubuh echinodermata sudah berkembang dengan baik. Misalnya teripang / tripang / ketimun laut, bulu babi, bintang ular, dolar pasir, bintang laut, lilia laut.
9. Phylum / Filum Arthropoda atau Atropoda
Arthropoda adalah hewan dengan kaki beruas-ruas dengan sistem saraf tali dan organ tubuh telah berkembang dengan baik. Tubuh artropoda terbagi atas segmen-segmen yang berbeda dengan sistem peredaran darah terbuka. Contoh : laba-laba, lipan, kalajengking, jangkrik, belalang, caplak, bangsat, kaki seribu, udang, lalat / laler, kecoa.
10. Phylum / Filum Chordata
Chordata adalah hewan yang memiliki notokorda atau chorde yaitu tali sumbu tubuh syaraf belakang dengan rangka. Ukuran chordata beragam ada yang besar dan ada yang kecil dengan otak yang terlindung tengkorak untuk berfikir. Contoh chordata adalah manusia, cacing acorn, ikan lancet, ikan paus pembunuh, katak, burung puyuh, kalkun, lemur, beruk, macan, kucing, dan lain sebagainya.

April 22, 2010

PUSAT PERLINDUNGAN PRIMATA JAWA TENGAH: Jenis anggrek Gunung Slamet yang di buru

PUSAT PERLINDUNGAN PRIMATA JAWA TENGAH: Jenis anggrek Gunung Slamet yang di buru

Jenis anggrek Gunung Slamet yang di buru

KANTONG SEMAR Nephelium javanicus

TANAMAN liar nan langka Nepenthes N adrianii batoro, atau kantong semar, atau periuk monyet, tanaman khas dari Gunung Slamet, Purwokerto Jateng, di ambang kepunahan. Populasinya kini diperkirakan terus menurun akibat penjarahan liar.
TANAMAN liar yang langka kantong semar atau periuk monyet, tumbuhan khas dari Gunung Slamet Purwokerto Jawa Tengah, diperkirakan populasinya terus menurun dan kini diambang kepunahan akibat banyaknya aksi penjarahan.
Saat ini Nepenthes, yang dinamai sesuai dengan nama penemunya, dijarah dan dijual kepada banyak pemesan di Jakarta. Penjarahan itu sudah dilakukan sejak lama. Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan dan Produksi Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Banyumas, hasil pendataan terakhir dilaporkan bahwa populasi Nepenthes tinggal sekira 2.600 pohon.

“Nenenthes adrianii laku keras di pasaran di perkotaan bahkan luar negeri karena termasuk tanaman langka. Ada banyak jenis Nepenthes, tapi kalau jenis Nepentes adrianii hanya ada di Gunung Slamet,” katanya. Dan yang paling mengejutkan, ternyata Nepenthes adrianii sudah dikembangkan di Belanda dan Jerman. Kedua negara itu sudah mengembangkan secara besar-besaran, dengan teknik kultur jaringan. Bahkan kini sudah dijadikan bisnis yang menjanjikan.
“Ini sangat ironis karena di habitat aslinya sudah nyaris musnah. Itu artinya, kita tidak bisa menjaga keanekaragaman hayati di tanah air,” katanya. Nepenthes Adrianii dijual masyarakat sekitar lereng Gunung Slamet antara Rp 20.000,00 - Rp 30.000,00/pohon. Di Jakarta dijual sampai Rp 500.000,00/pohon. Padahal, Nepenthes adrianii sangat sensitif, jika terkena panas matahari bisa mati.
Nepenthes adrianii oleh penduduk sekitar lereng Gunung Slamet dikenal dengan kantong semar. Menurut Slamet, warga sekitar Baturaden berburu kantong semar tidak sulit. Menjualnya pun mudah. Bahkan saat ini pemesannya cukup banyak. “Jika ada pemesan dan telah menyepakati harga, kita tinggal mencarinya. Biasanya tanaman itu tumbuh menempel di pohon-pohon tertentu,” katanya.
Harga per pohon cukup tinggi, jika kondisinya masih bagus bisa terjual Rp 30.000,00. Biasanya para pemesan datang pagi atau malam hari agar tanaman terhindar dari sengatan matahari. Tapi kini sangat jarang dijumpai karena populasinya menyusut.


DISHUTBUN sendiri sudah berusaha untuk mencegah aksi penjarahan agar tanaman ini tidak musnah di habitat aslinya. Pihaknya sudah melarang masyarakat sekitar lereng Gunung Slamet, untuk mengambil apalagi menjual-belikan tanaman langka itu. Namun kendalanya tenaga lapangan jumlahnya sangat terbatas, sehingga tidak bisa melakukan pengawasan setiap saat.
Dishutbun juga sudah melakukan koordinasi dengan perangkat desa sampai kecamatan sekitar lereng gunung, untuk melakukan pengawasan. Upaya lain, melakukan penangkaran dan pembudidayaan tanaman ini.
Di Indonesia terdapat 36 jenis nepenthes, setiap jenis memiliki ciri berbeda. Ciri khas tumbuhan pemakan serangga asal Gunung Slamet ini, memiliki kantong berukuran sedang, tinggi 15 cm dan beristom lebar. Jika ditemukan satu periuk monyet, di sekitarnya bisa ditemukan minimal 10 Nepenthes, kantong priuknya berwarna merah marun.
Nepenthes adrianii tumbuh epifit hanya di pohon tertentu, biasanya menempel di pohon pari, cirep, woro, sarangan, dan panggang ayam. Namun paling banyak epifit pada pohon panggang ayam. Tumbuhnya berkelompok, satu kelompok minimal ada 10 Nepenthes.
Menurut Slamet, di dalam kantong Nepenthes biasanya tersimpan air segar. Para pendaki yang paham mengenai tanaman ini biasanya meminum air di dalam kantong tanaman. Kantong yang masih tertutup berisi cairan sebanyak kurang dari volume kantong. “Air yang tersimpan dalam kantong benar-benar bersih dan tak beracun. Karena adanya di pegunungan, terasa sangat segar,” katanya.

Nepenthes gymnamphora
Pemangsa dari Pegunungan Tanah Jawa
Oleh trubus



Wuih? cantik banget ya, ujar Endang Tri Hartati kala melihat kantong berwarna merah di Lembah Pelus, Gunung Slamet, Jawa Tengah. Wajar bila kepala Kebun Bibit Hortikultura Baturaden, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, itu merasa takjub. Kantong-kantong roset Nepenthes gymnamphora itu tumbuh bergerombol menyembul di atas permukaan tanah sehingga tampak seperti permadani.

Keelokan N. gymnamphora tak hanya dipamerkan oleh kantong bawahnya. Kantong atas dan kantong tengah-peralihan bawah dan atas-tak kalah menarik. Bentuk kantong bawah bulat memanjang, bersayap, dan tidak punya pinggang. Tinggi kantong berkisar 3-12 cm dengan lebar 2-5 cm, tetapi ada juga yang berukuran jumbo. Saya pernah lihat yang tingginya 20 cm di salah satu gunung di Jawa Tengah, ujar Adrian Yusuf Wartono, ketua Divisi Nepenthes Indonesia di Malang.

Warna kantong bawah periuk monyet itu beragam. Mulai dari merah polos, hijau bercak merah di luar kantong, hingga hijau bercak keunguan di dalam kantong. Warna bibir kantong-peristom-juga bervariasi: hijau kekuningan, hijau, merah, hingga keunguan. Bentuk peristom agak miring-mirip N. adrianii-tapi gigi lebih jelas.
Kantong

Kantong atas N. gymnamphora lebih langsing dibandingkan kantong bawah. Rata-rata tinggi kantong antara 6-17 cm dengan lebar 2-4 cm, tapi ada juga yang mencapai 22 cm. Warna kantong atas mayoritas hijau polos, tapi ditemukan juga yang hijau muda berbercak merah di dalam kantong. Kantong atas, tengah, dan kantong bawah bertahan 2-3 bulan.

Sekilas bentuk kantong N. gymnamphora mirip N. pectinata dari Sumatera. Pantas banyak hobiis keliru mengenali. Ciri yang paling membedakan, Kantong N. gymnamphora lebih ramping, ujar M Apriza Suska, kolektor nepenthes di Bogor. Perbedaan lain, N. gymnamphora memiliki kantong atas, sedangkan pada N. pectinata kantong atas jarang terbentuk.

Batang nepenthes endemik Jawa itu berbentuk silinder dengan panjang ruas antardaun kurang dari 10 cm. Kantong semar yang tumbuh di sebagian Jawa Tengah ke arah Jawa Timur memiliki daun tipis. Sedangkan sebagian Jawa Tengah ke arah Jawa Barat tebal. Daun bertangkai dan berbentuk lanset dengan panjang kurang dari 30 cm dan lebar 6 cm. Panjang sulur kurang dari 23 cm.
Terbuka

Di Pulau Jawa, N. gymnamphora tumbuh menyebar di Gunung Gede, Jawa Barat, Gunung Slamet, Jawa Tengah, dan Gunung Semeru di Jawa Timur. Di masing-masing lokasi, bentuk kantong pitcher plant itu berbeda. Periuk monyet asal Telomoyo, Semarang, Jawa Tengah, kantong, tutup kantong, dan peristomnya bulat. Sementara yang asal Gunung Halimun, Jawa Barat, lebih gepeng. Bentuk peristom dan tutup kantong memanjang, seperti elips.

Periuk kera yang namanya dalam bahasa Latin berarti tempayan terbuka (gymnos = terbuka, amphoreus = tempayan, red) itu tumbuh di hutan primer atau sekunder di tanah-tanah vulkanik pada ketinggian 1.000-2.750 m dpl. Kobe-kobe itu kerap terlihat tumbuh di antara paku resam Gleichenia linearis. Di hutan tertentu, ia merambat hingga setinggi 20 meter. Menurut Adrian, kehadiran N. gymnamphora kerap dipakai sebagai indikator iklim. Di lokasi tumbuhnya, iklim lebih basah, kelembapan di atas 75%, dan curah hujan tinggi. Tanah tempatnya berpijak pun miskin unsur hara.

Seperti nepenthes lainnya, N. gymnamphora kerap menjadi juru selamat bagi para pendaki yang kehausan. Air dari kantong tertutup layak diminum. Rasanya segar. Begitu yang Trubus cicipi waktu menjelajah habitat N. gymnamphora di Gunung Slamet, Jawa Tengah. Maklum, pH-nya netral (6-7). Namun, jangan coba-coba meminum cairan dari kantong terbuka. Rasanya masam-pH mencapai 3-dan terkontaminasi jasad serangga yang jadi mangsa. Volume cairan sebanyak ? kantong.

Penduduk di Dieng, salah satu habitat alami, kerap memanfaatkan batang ketakung-yang namanya disematkan oleh Ness pada 1824-untuk mengikat barang sebagai pengganti tali. Cairan dari kantong yang masih tertutup, digunakan sebagai obat batuk.Keindahan pemangsa asal pegunungan Tanah Jawa kerap memikat para pencinta untuk mengoleksi. Sayang, sang entuyut tak mudah dirawat. Bila tak piawai merawat, biarkan keindahan kantong semar itu berada di habitatnya agar si pemangsa tetap jadi penguasa pegunungan Tanah Jawa.